Manajer sekaligus pawang ular

SEHARI-HARI, Andi Yudha Asfandiyar menempati posisi puncak di penerbit Mizan. Namun, kebiasaannya tetap tak berubah yakni tiap ke kantor memakai motor trail. “Potensi orang tak bisa dibatasi”, termasuk kesenangan saya memakai motor trail,” kata pakar dongeng ini, ditemui di sela-sela pameran buku Bandung di Gedung Landmark, awal pekan lalu.
Lebih jauh, pria asal Malang, Jawa Timur, ini mengatakan, dengan kondisi Bandung yang lalu lintasnya sering macet maka menggunakan motor trail lebih praktis. “Sepeda motor bisa bermanuver di sela-sela kemacetan. Sehingga kalau ada tugas, bisa cepat sampai tujuan. Saya punya mobil di rumah, tapi lebih sering untuk keperluan keluarga, bukan ke kantor,” ujarnya.
Kebiasaan lain yang masih dikerjakan Mas Andi, panggilan akrabnya, adalah menangkap ular atau menjadi pawang ular. “Sejak kecil saya senang dengan ular sehingga sampai kini sering disebut pawang ular. Kalau ada yang minta bantuan menangkap ular, dengan senang hati saya kerjakan,” tuturnya.
Mas Andi terkesan ketika membantu warga Pameungpeuk, Kabupaten Garut, menangkap ular sanca bodo sepanjang 6 meter. “Warga mengeluhkan ikan di kolamnya yang sering habis karena dimakan ular. Lalu, saya pancing ular itu keluar memakai ayam dan alahamdulillah saya bisa menangkap ular meski tubuh saya terbelit. Ya, adu kuat tenaga dengan ular,” ungkapnya.
Menjadi pawang ular, kata Mas Andi, sekaligus memberi pendidikan kepada masyarakat karena sampai saat ini sering disalahpahami. “Masyarakat menggap ular sebagai binatang buas yang harus dibunuh. Padahal, ular juga banyak fungsinya sebagai mata rantai makanan di alam, seperti memakan tikus,” kata pendiri Pembinaan Anak Salman ITB (PAS).
Ketika disinggung kegemaran mendongeng, Mas Andi menyatakan ada 40 manfaat dari dongeng sehingga orangtua perlu membiasakan mendongeng bagi anak-anaknya. “Dongeng jangan dipahami sebagai cerita fiktif atau mengada-ada, tetapi dengan dongeng banyak manfaatnya,” katanya. (Sarnapi/”PR”)

Sumber: Pikiran Rakyat